Kamis, 24 Mei 2012

Mengapa Aku Menulis?

Karya : M. Ridwan

Tak pernah terbayangkan olehku, mengapa jiwa ini ingin sekali menjadi seorang penulis. Sedikitpun bahkan. Sejarahku kumulai hari ini, malam ini, detik ini, dan tepat pada putaran bumi saat ini, saat bumiku gelap dan terpancar sinar dari lampu-lampu kota.
Menulis, yup, bagiku adalah sebuah proses dimana kutuangkan semua rasa ini yang kian datang untuk membebani dalam pikiranku. Seakan inilah obat yang aku minum di kala rasa pusing, pening, bahkan saat stress datang untuk menghampiriku. Aku bukanlah seorang yang pandai dalam ilmu sastra, namun aku mencoba untuk bisa membuat sebuah tulisan yang kelak akan bermanfaat untukku, bahkan untuk orang lain.
Mengapa aku menulis? Itulah pertanyaanku selama ini menghantui di pikiranku? Bukankah setiap orang melakukan segala sesuatu pasti ada alasan? Tapi mengapa dengan diriku? Aku hanya melakukan segala sesuatu untuk kepuasan batinku. Tapi, apakah semua hal yang kita lakukan harus dengan alasan? Dan apakah seorang pujangga harus mempunyai alasan pula untuk bisa mencintai seseorang wanita, yang dicintanya? Jika hal itu terjadi bagaimana jika seseorang  yang kita cintai tidak sesuai dengan yang kita inginkan? Apakah hal itu harus memerlukan sebuah alasan pula untuk mencintainya?
Kucoba untuk mendalami kegemaranku, kutuliskan berbagai materi atau bahkan kisah-kisahku yang pernah aku alami. Kudapatkan berbagai motivasi untuk menulis dari seorang guru, guru yang tak pernah mendapatkan gelar sebagai guru.  Adalah seorang pendongkrak motivasi yang kian tiada henti untuk memotivasiku agar terus berkarya. Pernah aku berpikir, bagaimana aku harus membalas jasanya, apakah dengan materi aku bisa? Tapi hatiku lagi-lagi menjawab, tidak, materi tak akan cukup untuk menggantikan jasanya padaku. Mungkin, hanya dengan menulislah aku dapat meneruskan ilmu yang ia wariskan padaku, dengan berkarya dan mengajarkan ilmunya mungkin aku bisa membalas?
Suatu ketika aku berkunjung ke rumahnya, hari itu aku berkunjung bersama temanku, tepatnya sahabat sekaligus guru spiritualku, Heikal. Tanyakan padanya bagaimana untuk bisa menulis, dan kenapa seseorang menulis, “seseorang melakukan segala sesuatu pasti berawal dari sebuah pertanyaan, begitu pula dengan menulis, mengapa seseorang menulis? Ia pasti ingin menjawab pertannyan yang ada dalam dirinya.”
“Lalu bagaimana untuk bisa mendapatkan pertannyaan itu?” sahutku dengan rasa penasaran. “Mainkan imajinasimu, pasti seseorang memiliki sebuah pertannyaan, tapi kamu bisa atau tidak untuk mengungkapkan pertannyaan tersebut untuk menjadi sebuah tulisan.” Jawabnya sigap dengan cekatan ia menjawabkan pertannyaan ku, seakan-akan ia sudah sangat berpengalaman untuk hal ini. Memang ku akui, baru pertama kalinya kucoba untuk menuliskan sebuah tulisan yang dibaca oleh orang lain. Kucobakan untuk menuliskan sebuah tulisan,, ya.., meskipun tanpa ada karangan, tepatnya langsung kucoba. Aku hannya bisa menuliskan beberapa kata yang mungkin tidak atau bahkan sangat berantakan dan tak beralur. Dari pengalaman tulisan pertamaku aku mencoba untuk meneruskan untuk mencoba dan berusaha untuk menekuni bidang ini, bidang yang asing bagiku, dan baru kali ini aku mencoba untuk menekuni pekerjaan penuh tantangan yang tampak maya, tak terlihat.
*******
Kumulai menuliskan kisahku malam ini, kulakukan semua pekerjaan sehari-hariku dengan pasti, dan tampak sempurna. Hari ini tampak sangat berbada, hari tampak tak seperti biasanya aku mulai menyadari apakah arti dari semua pekerjaan yang kulakukan. Namun, hal itu tercoreng dengan sikapku yang lambat hari mulai buruk, tampaklah sikap asliku sebagai seseorang yang memiliki watak keras dan penuh humoris. Kumulai menulis sebuah kata, kata yang mungkin bisa mewakilkan perasaanku saat ini. Aku tak sering menuliskan sebuah cerita dengan alur seperti ini, entah apa yang mempengaruhi pikiranku? Hanya rasa salah dan berdosa yang ada dalam pikiranku, aku hanya menulis seadanya sesuai dengan apa kata hatiku.
Tak seorangpun yang mengetahui, apa isi hatiku, karena aku mencoba untuk menyimpan dalam-dalam perasaan ku. Menulis? Ya, itu adalah obat bagiku, ku muntahkan semua rasa kesal, kecewa, sedih, gembira, senang, bahagia, atau apapun itu, yang terfikir olehku hanyalah menuangkan rasaku pada sebuah tulisan, tulisan yang tak tampak hidup, tapi menjadi nyawa bagi seseorang sepertiku, lagi-lagi aku berfikir, mengapa harus kutuangkan segala perasaanku pada tulisan? Apakah tak seorangpun mau untuk mendengar keluh-kesalku? TIDAK!, bukan pertannyaan seperti itu yang bisa menjawab, namun hatiku seakan kurang percaya atas semua orang yang ada disekelilingku, lalu, apakah aku salah apabila harus menuangkannya dalam sebuah tulisan yang tak tampak nyata ini? Hatiku terus bertannya, sebenarnya mengapa aku harus menulis?
Lagi-lagi hanya dengan tulisan ini, tulisan yang mewakili sekian banyak kisah yang telah kulakukan sekarang ini, atau bahkan esok hari, pun selama aku masih ingin mencurahkan semua perasaan ini kepada sebuah tinta hitam yang melukiskan berbagai kata dalam sebuah bentang kertas putih yang tak tampak gelap, aku akan melakukan. Semua yang tertulis melambangkan semua yang telah kulakukan, kumencoba untuk merangkainya, apakah kelak aku akan tetap begini? Hanya hidup dengan berbagai tulisan kisah hidupku yang telah lalu?
Menulis, adalah hoby yang menyenangkan..? namun, sayangnya tidak semua orang bisa mendukung aktifitasku  ini, entah karena apa? Ada seseorang yang melarangku karena beliau sangat kawatir, jika waktuku habis hannya untuk menulis dan akhirnya semua aktifitasku akan terhambat, termasuk aktifitas belajarku. Tapi, menurutku hal tersebut amat sangat tidak berpengaruh padaku, bahkan aku bisa mendapatkan nilai tambah.  Tapi entah, kenapa ya..? tapi aku tetap ingin aku pertahankan hobyku yang satu ini, mungkin karna aku sangat cinta, bahkan sangat suka dengan hoby yang satu ini. Suatu ketika aku memulai aktifitasku didalam kamar, “lagi nyapo le?”, lantas aku sangat kaget mendengarkan suara itu, “ndak lek,cuman mau nulis!” jawabku seadanya.
Nulis opo maneh..?”, jawabnya penuh tannya, “ndang dipateni, wes wengi!”, lanjutnya. Aku hannya bisa mengiyakannya, padahal ingin sekali aku untuk melanjutkan cerita yang aku tulis dua hari yang lalu.
*******
Pagi mulai terik, matahari mulai datang untuk membangunkanku. Tiba-tiba terdengar suara memanggilku, “wan, tangi! Wes sholat gung?”, lantas aku segera melihat jam dinding dikamarku, “oh, tidak!, aku terlambat bangun”, teriakku saat itu. Aku kaget bukan main karena jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Tanpa basa-basi aku langsung meloncat dari kasurku dan memulai aktifitasku yang sangat terlambat kumulai hari itu. Tak lupa sebelum aku berangkat sekolah, aku sempatkan untuk menulis, tepatnya melanjutkan ceritaku semalam, yang terputus oleh rasa ngantuk yang bukan main.
Kisah yang kutuliskan saat ini sangat berbeda, karena saat ini aku menuliskan tentang CINTA!, sesuatu yang sangat sering dipuja oleh setiap orang, mungkin terasa biasa untukku, dalam hatiku sempat bertanya-tanya apakah afdol seseorang menuliskan tentang CINTA, sedangkan dia belum pernah mengungkapkan persaan CINTAnya kepada pujaan hatinya?
Tapi, aku membuang jauh-jauh tentang pertannyaan yang ada dalam benakku., saat ini aku baru merasakan bagaimana perasaan CINTA itu ketika menghampiri hati kita, ufh, rasanya sangat salting hati ini, perasaan yang sangat aneh, mungkin karena aku baru saja merasakan perasaan itu.
Kisah CINTA ku ini kumulai saat aku berjalan ke perpustakaan sekolah, saat itu tak sengaja aku menjatuhkan buku seorang teman, ya aku masih menyebutnya teman saat ini, entah esok hari? Ketika aku hendak mengambil, tangannya memegang tanganku.,,, dalam hati aku berdo’a, Ya Tuhan., terimakasih kau telah mengirimkan bidadari untuk hambamu ini. Wajahnya terasa sangat sempurna, tangannya sangat halus seperti sutra istimewa yang sangat halus. Ketika kutatap matanya, arrgh..., sungguh menggoda imanku saja. Bagaimana tidak? Bulu-bulu dimatannya terlihat sangat lentik dan lagi-lagi tidak ada kata lain selin so perfect.
Mungkin itu pertemuan pertama dan terakhir, fikirku. Tetapi, tuhan sangat baik hati terhadap diriku, yang sangat aku heran ternyata ia adalah temanku satu kelas! Dia anak baru, pindahan dari luar kota. Aduuh,,.. jadi salting terus ketika dikelas, pelajaran yang diterangkan terasa lewat begiu saja tanpa ada yang terekam diotakku sedikitpun, yang terisi hanya pertannyaan tentang wanita tersebut, siapa namanya? Dimana rumahnya? Dan berapa nomor telfonnya?, entah kenapa hari ini jadi sangat aneh.
Teeeeet...., jam istirahat telah tiba, kuberanikan diriku untuk berkenalan dengannya. Aku terlihat sangat gugup ketika berbincang-bincang dengannya. Tak kusangka ia tampak terlihat antusias dengan perbincangan kami. Aku mulai menannyakan sesuatu tepatnya pertannyaan tentang dirinya. 
Ternyata namanya Linda, seorang wanita yang berasal dari Bandung. Dia sangat ramah, baik hati, dan tampaknya cerdas juga. Aku mulai tertarik dengan kepribadiannya, perilakunya begitu anggun dan tuturkatanya sangat sopan.
Malam ini aku berencana untuk mengajaknya, kebetulan ini adalaha hari sabtu. Ternyata ia menerima ajakanku dengan senang hati. Emmbh..,, senangnya hati ini ketika mendengarkan perkataan “iya” dari mulutnya.
Tepat pukul 7 malam, ponselku berdering, tanda sebuah pesan masuk. Ternyata, itu adalah sebuah pesan dari wanita yang aku dambakan, ya malam itu Linda mengirimkan sebuah SMS kepadaku, “Ridwan, aku tunggu di KTS ya!”, aku langsung berangkat menuju kesana. Ternyata disebuah restoran tempat kami janjian pagi tadi Linda sudah duduk manis, menunggu ku. “Hai Linda, apa kabar?”, sapaku memulai percakapan kami, “oh, ya,kamu sudah datang ya?”.
Malam itu kami menghabiskan malam bersama, aku menceritakan kota Kediri padanya, maklum, ia baru mengenalnya. Dia sangat menyimak penjelasan yang kuberikan.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Aku memutuskan untuk mengajaknya pulang, ia pun sudah nampak capek, mungkin karena aktifitas pagi tadi yang sangat penuh.
Pertemuan malam itu menjadi awal dari kisah cintaku padanya, ya, pada seorang gadis yang bernama Linda, seorang gadis yang berasal dari kota kembang, Bandung. Wanita yang tak pernah ku kenal sebelumnya, wanita yang hadir tanpa kusadari, ya, mungkin memang seperti itulah aku mendapatkan CINTA pertamaku, CINTA dengan seorang gadis bernama LINDA..
*******
 Kediri, 25 April 2012










BIOGRAFI PENULIS
Namanya Mochamad Ridwan Arif A. Biasa dipanggil “mbahkong”. Ia lahir di kota tahu, Kediri, 7 Maret 1996. Kini ia sedang menjadi seorang siswa di salah satu SMA di kota Kediri, tepatnya di SMA Negeri 5 Kediri. Ridwan mengawali pendidikan di TK Tauladan Pare, lalu melanjutkan ke SDN Pelem 1, saat tengah semester kelas 3 ia pindah ke SDN Mojoroto 3, karena orang tuanya pindah ke kotanya saat ini. Lalu, ia lanjutkan jenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri 8 Kediri.
Lelaki penyuka warna biru ini, memiliki hobi otak-atik komputer, sesekali bernyanyi di tengah kesibukannya. Ia memiliki cita-cita sebagai seorang guru, karena ia ingin meneruskan jejak ibunya, sebagai seorang guru. Kini ia mengisi hari-harinya dengan bermain di taman baca, bermain komputer, berlatih menyanyi, dan setia menunggu kedatangan seorang “Linda”.


0 komentar:

Posting Komentar